...

Mengucapkan " GONG XI FAT CHOI " Semoga ditahun baru ini dapat menjadi lebih baik....

30 Desember 2008

Tak Punya NPWP, Bayar Fiskal Rp 2,5 Juta Mulai 1 Januari 2009


Nurul Qomariyah - Detikfinance

Jakarta
- Ditjen Pajak telah menetapkan tarif fiskal bagi yang tak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebesar Rp 2,5 juta untuk setiap orang yang bepergian ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara. Sementara via angkutan laut bagi yang tak memiliki NPWP akan dikenai fiskal Rp 1 juta.

Pembayaran Fiskal Luar Negeri (FLN) itu merupakan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan (PPH) yang dapat dikreditkan terhadap PPH yang terutang pada akhir tahun oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang bersangkutan setelah memiliki NPWP.

Pengenaan fiskal itu berarti naik 150% dibandingkan fiskal via angkutan udara yang saat ini sebesar Rp 1 juta. Sementara untuk via angkutan laut, fiskal berarti naik 100% dari saat ini sebesar Rp 500 ribu. Namun jumlah ini lebih rendah dari usulan semula sebesar Rp 3 juta untuk angkutan via udara.

Menurut siaran pers dari Ditjen Pajak, Selasa (23/12/2008), ketentuan ini berlaku mulai 1 Januari 2008 untuk WP OP yang berusia 21 tahun. Keputusan ini akan berlaku hingga 31 Desember 2010.

Pengecualian kewajiban membayar FLN bagi WP OP yang bepergian ke luar negeri dilakukan secara otomatif untuk WP OP tertentu dengna cara menerbitkan Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri (SKBFLN).

Pihak-pihak yang secara otomatif bebas fiskal adalah:
  1. WP OP yang berusia kurang dari 21 tahun
  2. Orang asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan
  3. Pejabat Perwajilan Diplomatik
  4. Pejabat Perwajilan Organisasi Internasional
  5. WNI yang memiliki dokumen resmi penduduk negara lain
  6. Jamaah Haji
  7. Pelintas batas jalan darat
  8. Tenaga Kerja Indonesia dengan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).

Yang bebas SKBFLN adalah:
  1. Mahasiswa asing dengan rekomendasi perguruan tinggi.
  2. Orang asing yang melakukan penelitian
  3. Tenaga kerja asing di pulau Batam, Bintan dan Karimun
  4. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk seorang pendamping
  5. Anggota misi kesenian, kebudayaan, olah raga dan keagamaan
  6. Program pertukaran mahasiswa dan pelajar
  7. Tenaga Kerja Indonesia selain KTKLN.

Bagi WP OP yang bebas fiskal karena memiliki NPWP, maka:
1. Menyerahkan fotokopi kartu NPWP atau Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau Surat Keterangan Terdaftar Sementara (SKTS), fotokopi paspor dan boarding pass ke petugas Unit Pelaksana Fiskal Luar Negeri (UPFLN).

Jika kartu NPWP atas nama Kepala Keluarga, maka anggota keluarga yang akan berangkat ke luar negeri harus melampirkan fotokopi kartu keluarga.

2. Petugas UPFLN menerima dan meneliti fotokopi kartu NPWP/SKT/SKTS, fotokopi paspor dan boarding pass serta fotokopi kartu keluarga, kemudian menginput NPWP pada aplikasi yang tersedia.

3. Apabila NPWP dinyatakan valid, maka petugas UPFLN menempelkan stiker bebas fiskal pada bagian belakang boarding pass yang ditujukan untuk penumpang.

4. Penumpang menyerahkan boarding pass yang telah ditempel stiker Bebas Fiskal kepada petugas konter pengecekan FLN untuk diteliti.

5. Penumpang tujuan luar negeri tetap wajib membayar FLN jika:
  • Tidak menyerahkan fotokopi kartu NPWP/SKT/SKTS
  • Menyerahkan fotokopi NPWP/SKT/SKTS namun check digit menyatakan tidak valid
  • Menyerahkan fotokopi kartu NPWP/SKT/SKTS yang dimiliki oleh Kepala Keluarga namun tidak melampirkan kartu keluarga atau melampirkan kartu keluarga tetapi nama penumpang tidak tercantum dalam susunan kartu keluarga itu.
F/S :
Intinya bagi rekan-rekan yang mau jalan-jalan murah nguruslah NPWP.
Untuk saya sendiri selama ini belum punya NPWP, baru setelah ada sosialisasi dari kantor pajak (KPP Pratama Bangko) langsung daftar dech, soalnya kalau gak ada NPWP pada tahun 2009 akan dikenakan tarif pph lebih besar 20 % dari tarif Normal.
No NPWP saya adalah : 58.218.724.1-321.000.

29 Desember 2008

Tahun Baru 1430 Hijriah

Hari ini tanggal 29 Desember 2008, adalah bertepatan dengan tanggal 1 Muharam 1430 Hijriah. Kebetulan pergantian tahun Masehi dan Hijriah jatuhnya berdekatan...
Tetapi umat islam sendiri jarang yang ingat dan mempersiapkan dengan khusus pergantian tahun Hijriah ini, berbeda dengan pergantian tahun baru Masehi dilakukan dengan berbagai acara..
Padahal sebenarnya hari ini 1 Muharam seharusnya kita lebih harus mengintrospeksi diri apakah perjalanan ibadah kita selama tahun yang lalu sudah dilakukan dengan benar, apakah sholat kita sudah benar.., apakah puasa kita sudah benar?..., apakah Zakat kita sudah dikeluarkan dengan benar?..apakah kita sudah melakukan pergaulan kita sudah benar..etc..
Selanjutnya dengan pergantian tahun baru ini dari 1429 Hijriah, menuju 1430 H..mari kita buka lembaran baru dengan semangat yang baru...
kita tekadkan agar pada tahun mendatang untuk memperbaiki kwalitas ibadah kita...
...Selamat tahun baru 1430 H..
...semoga pada tahun baru ini akan menjadi lebih baik..
...Amin...

27 Desember 2008

Setelah mengecek E-mail, salah satu email adalah permintaan dari Unit Head Jelatang Mill, sehubungan dengan permintaan data Pondasi Existing CST dari EPDV jakarta. PKS Jelatang dalam program tahun 2009 akan dibangun CST yang baru pengganti CST yang lama.
CST yang lama kondisi sudah tua,plat-platnya sudah tipis.
Hari ini kebetulan ada jadwal ke Pamenang untuk cek progress Titipanen dan cek Tangki air yang akan dipindahkan ke Unit Sungai Bengkal Estate, maka sekalian ke PKS Jelatang untuk cek pondasi tersebut bersama mandor Infra (sdr Zul). Untuk data2 pondasi yang terlihat sudah dapat diukur, dikarenakan tidak ada data As Buid Drawing, maka untuk ukuran yang tidak nampak (Yang tertanam) maka diperlukan pembobokan utk mendapatkan ukuran yang sebenarnya.
Jadi pengecekan pondasi belum tuntas data kedalaman dan jenis tanah belum didapat, karena alat bobok/snapper tidak ada.

21 Desember 2008

Mengetuk Pintu Rezeki


Kalau Qiyamul Lail menjadi jeda antara shalat Isya dan Shubuh, maka shalat Dhuha menjadi perantara antara shalat Shubuh dan Zuhur. Keutamaan shalat Dhuha, tidak kala jika dibandingkan Qiyamul lail.
Matahari beranjak dari peraduannya di ufuk timur, menandakan siang segera menjelang. Aktivitas kehidupan pun bergerak. Sebelum melakukan kegiatannya, seorang Muslim akan mengawali harinya dengan shalat Shubuh. Lalu, mengayunkan langkahnya untuk memulai hari baru.
Nah, sebelum asyik menenggelamkan diri dalam dunia kerja, seorang Muslim dianjurkan melaksanakan shalat Dhuha. Kata Dhuha yang mengiringi shalat sunnah ini berarti terbit atau naiknya matahari. Wajar jika shalat ini, dilakukan pada pagi hari ketika matahari mulai menampakkan sinarnya. Namun, beberapa ulama fiqh berbeda pendapat tentang ketentuan waktunya.
Imam Nawawi dalam kitab ar-Raudah mengatakan, waktu shalat Dhuha dimulai sejak terbitnya matahari, yakni sekitar setinggi lembing (sekitar 18 derajat). Sementara Abdul Karim bin Muhammad ar-Rifai, seorang ahli fiqh bermazhab Syafi'I berkomentar, shalat Dhuha itu lebih utama jika dikerjakan saat matahari lebih tinggi dari itu.
Sebuah hadits yang menentukan perihal shalat Dhuha ini diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam. Ia berkata, “Rasulullah saw keluar menemui penduduk Quba saat mereka melaksanakan shalat Dhuha. Lalu Rasulullah saw bersabda, “Shalat Dhuha dilakukan apabila anak-anak unta telah merasa kepanasan (karena tersengat matahari)," (HR Muslim).
Sebagai mana shalat sunnah lainnya, shalat Dhuha tidak susah dikerjakan. Kalau Qiyamul Lail menjadi jeda antara shalat Isya dan Shubuh, maka shalat Dhuha merupakan jeda antara Shubuh dan Zuhur. Di tengah padatnya aktivitas seorang Muslim, shalat Dhuha tidak akan mengganggu kegiatannya. Ia bisa dilakukan sesuai dengan kemampun masing-masing.
Hal ini tergambar jelas pada bilangan rakaatnya. Mulai dari dua rakaat, empat rakaat, delapan rakaat hingga 12 rakaat. Masing-masing rakaat memiliki sandaran hadits Rasulullah saw.
Sayid Sabiq, ahli fiqh dari Mesir, menyimpulkan, batas minimal shalat Dhuha itu dua rakaat sedangkan batas maksimalnya adalah delapan rakaat. Pada ketentuan minimal dapat ditemukan pada hadits riwayat Abu Hurairah. Sementara ketentuan maksimal dapat ditemukan pada hadits fi'li (perbuatan) yang diriwayatkan Aisyah yang berkata, “Rasulullah saw masuk rumah saya lalu melakukan shalat Dhuha sebanyak delapan rakaat," (HR Ibnu Hiban).
Menurut ulama mazhab Hanafi, jumlah maksimal rakaat shalat Dhuha itu 16 rakaat. Sedang Abu Ja'far Muhammad bin Jarir at-Thabari, pengarang kitab Tafsir Jami al-Bayan, sebagian ulama mazhab Syafi'i dan Ibnu Qayyim al-Jauziyah berpendapat, tak ada batas maksimal untuk jumlah rakaat shalat Dhuha. Semuanya tergantung pada kemampuan dan kesanggupan orang yang ingin mengerjakannya.
Dalam Syarah Tirmidzi, al-Iraqi mengatakan, “Saya tidak pernah melihat seorang pun, baik dari golongan sahabat Nabi maupun tabi'in yang membatasi rakaat shalat Dhuha hingga 12 rakaat.” Hal ini juga ditegaskan oleh Suyuthi.
Sayid Sabiq menjelaskan dalam Fiqhus Sunnah-nya, Said bin Manshur ketika ditanya, “Apakah sahabat Nabi juga pernah melakukan shalat Dhuha.” Ia menjawab, “Ya, ada di antara mereka yang mengerjakannya sebanyak 12 rakaat. Ada juga yang mengerjakannya sampai empat rakaat. Ada pula yang mengerjakannya terus-menerus hingga tengah hari tanpa menghitung jumlah rakaat yang dikerjakannya.” Ibrahim an-Nakha’i, seorang tabiin, meriwayatkan bahwa ada seorang yang bertanya kepada Aswad bin Yazid, “Berapa rakaatkah saya harus mengerjakan shalat Dhuha?” Ia menjawab, “Sesuka hatimu.” Ummu Hani berkata, “Nabi pernah mengerjakan shalat Dhuha sebanyak delapan rakaat. Pada setiap dua rakaat, beliau mengucapkan salam,” (HR Abu Daud dengan sanad shahih).
Aisyah menambahkan, “Nabi mengerjakan shalat Dhuha sebanyak empat rakaat, lalu beliau menambah rakaat berikutnya tanpa hitungan yang pasti,” (HR Muslim, Ahmad, dan Ibnu Majah).
Dari Nuwas bin Sam’an, Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT berfirman: ‘Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada permulaan siang (yakni shalat Dhuha). Jika engkau senantiasa mengerjakannya, Aku akan mencukupkan (kebutuhanmu) pada sore harinya."
Begitu pentingnya shalat Dhuha ini sampai-sampai para sahabat—sebagaimana diriwayatkan Tirmidzi dari Abu Said—mengira Nabi tidak pernah meninggalkan shalat Dhuha. Namun ketika beliau meninggalkannya, para sahabat mengira beliau tidak pernah melakukannya. Ini menunjukkan bahwa hukum mengerjakan shalat Dhuha itu sunnah.
Kalau kita sudah mengetahui hukum shalat Dhuha itu sunnah, maka seyogianya kita segera melaksanakannya. Bukan sebaliknya, lantaran hukumnya sunnah, kita dengan mudah mengabaikannya. Sebab, defenisi Sunnah adalah tidak mengapa ditinggalkan, tapi berpahala jika dikerjakan. Tentu, kita ingin di akhirat kelak menjadi orang yang mendapatkan rahmat dari Allah untuk memasuki surga-Nya. Salah satu caranya adalah dengan mengumpulkan pahala sebanyak mungkin.
Dari : Majalah Sabili/Hepi Andi Bastoni

13 Desember 2008

Mengapa dan untuk apa kita ada?

Mengapa dan untuk apa kita ada?

Saudaraku, yang semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu …
Pernahkah kita merenungkan mengapa kita ada? Mengapa kita hidup di dunia ini?
Apakah kerena keinginan dan rencana-rencana kita sehingga kita ada? Tidak, kita tidak mungkin dapat menginginkan dan merencanakan karena kita belum ada.
Lalu, apakah karena keinginan dan rencana kedua orang tua kita? Bukan juga, berapa banyak pasangan suami istri yang menginginkan dikarunia anak tetapi belum juga diberi. Adanya kita bukan atas kehendak kita, bukan juga karena kehendak orang tua kita, lantas atas kehendak siapa?

Allah ta'ala menjelaskan dalam Al-Quran yang mulia


يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاء إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّى وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِن بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا


"Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya" (Al-Hajj: 5)

Ya, adanya kita, adanya manusia, adanya jin, adanya alam semesta ini karena kehendak dan rencana Allah. Lantas, adanya kita tentu bukan karena Allah kurang kerjaan, iseng, atau hanya main-main saja, Allah menegaskan hal ini sebagaimana firman-Nya


وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاء وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ


"Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main" (Al-Anbiya: 16)

Allah menerangkan bahwa Dia ingin menguji para hamba-Nya, siapa yang taat dan siapa yang durhaka, jadi kehidupan di dunia kita adalah untuk ujian! Sadarkah kita? Mengapa kalau UAN, kalau SPMB, begitu disiapkan dengan betul, sementara ujian yang paling besar terkadang kita lupa, atau pura-pura lupa, atau yang lebih parah lagi kelau kita tidak tau bahwa hidup kita untuk diuji! Mereka hidup seperti binatang, mereka hanya mengenyangkan perut dan apa yang di bawahnya, mengumpulkan harta, berbangga-bangga dengan dunia, lalu mati! Allah menjelaskan


الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ


"[Dialah Allah] Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (Al-Mulk:2)

Saudaraku, yang semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu …
Betul bahwa kehidupan adalah ujian kita, Allah akan menguji kebaikan amalan kita. Mengapa Allah tidak mengatakan yang paling banyak amalnya? tetapi Allah mengatakan yang paling baik amalnya. Dijelaskan oleh Fudhail bin Iyadh bahwa yang paling baik amalnya adalah yang paling ikhlas dan yang paling sesuai dengan contoh karena amalan tidak akan diterima kecuali ikhlas karena Allah dan sesuai dengan contoh Nabi shalallahu'alaihi wa sallam. Kalau begitu, penting sekali seseorang harus ngaji, harus belajar ilmu syar'i karena tidak mungkin kita mengetahui materi ujian, mengetahui apa-apa yang dilarang dan apa-apa yang diperintahkan kecuali dengan menuntut ilmu syar'i. Bagaimana kalau seseorang ikut ujian tetapi tidak mau tahu materi ujiannya?

Surga dan Neraka, yakinkah kita?
Saudaraku, yang semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu …
Mengapa beberapa waktu yang lalu ketika diskusi tentang poligami, kita begitu yakin dan bersemangat membela ayat-ayat Al-Quran dan hadits Nabi tentang syariat poligami; mengapa ketika diskusi tentang Ahmadiyah, kita begitu lantang mengatakan bahwa dalam surat Al-Ahzab ayat 40: "Khootaman Nabiyyin" maknanya adalah penutup para Nabi, tetapi,…mengapa kita jarang mengungkit-ungkit ayat dan hadits tentang surga dan neraka? Apakah kita lupa atau pura-pura lupa sehingga topik ini jarang kita pelajari?

Seringkali kita lupa diri, tidak tahu diri, sehingga kita lupa dengan tujuan hidup ini, yakni ujian! Untuk mengingatkan kembali untuk apa kita di dunia ini, saya bawakan hadits-hadits tentang surga dan neraka

Nabi shalallahu'alaihi wa sallam bersabda
"Surga dan neraka telah diperlihatkan kepadaku, maka aku belum pernah memandang hari yang lebih banyak mengandung kebaikan sekaligus keburukan daripada hari ini. Kalau kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis" Anas bin Malik melanjutkan, "Tidak ada hari setelah itu yang lebih berat bagi para Sahabat dibandingkan dengan hari tersebut. Pada hari itu, mereka semua menutup kepalanya sambil terisak-isak karena tangisan" (HR Bukhari dan Muslim)


Bagaimana saudaraku? Apakah hatimu tergetar mendengar hadits ini? Kalau seandainya tidak, maka engkau adalah manusia yang sangat perlu untuk dikasihani, bagaimana tidak? Para

Dalam riwayat lain disebutkan:
"Demi Allah, kalau kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit bersenang-senang dan banyak menangis, dan kalian juga tidak akan bersenang-senang terus di atas ranjang dengan istri kalian, lalu kalian akan keluar menuju ke pegunungan (tempat menyepi) untuk beribadah kepada Allah" Abu Dzar berkata, "Sampai-sampai aku menginginkan kalau diriku hanyalah pohon yang tumbang" (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang hasan)

Begitulah, begitu mengerikannya ketika kita dihisab di akhirat, hanya ada 2 pilihan, surga atau neraka, sampai-sampai Abu Dzar, seorang sahabat Nabi yang keimanan dan amalnya tidak kita ragukan, membela Nabi, membela Islam…, beliau kalau diminta memilih daripada dihisab, beliau memilih menjadi sebatang pohon karena pohon tidak ada beban yang harus dipertanggungjawabkan. Bagaimana dengan kita? Apa yang sudah kita siapkan untuk hari perhitungan nanti? Apakah kita sudah menyiapkan amalan-amalan kebaikan? Apakah kita sudah berprinsip bahwa "waktu adalah ibadah", atau malah selama ini kita hanya membuang-buang waktu dengan sesuatu yang kurang bermanfaat atau bahkan diisi dengan dosa dan kemaksiatan?!

Allah menjanjikan bagi hambanya yang taat akan diberi balasan yang tiada taranya di Surga kelak. Surga merupakan tempat yang tidak ada di dalamnya kecuali kenikmatan, dan kenikmatan yang paling nikmat adalah melihat wajah Allah, dzat yang selama ini kita bergantung kepadanya, dzat yang ketika kita sakit kita memohon kepada-Nya agar disembuhkan, dzat yang ketika kita kekurangan kita memohon kepadanya, dzat yang apabila kita mendapat nikmat kita bersyukur kepada-Nya, dzat yang selalu kita mohon kebaikan-kebaikan kepada-Nya.

Kita adalah perantau …
Saudaraku, yang semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu …
Bayangkan jika kita dalam sebuah perjalanan untuk menuju suatu pulau-kampung halaman kita. Kemudian dalam perjalanan melewati sebuah pulau kecil, nahkoda memerintahkan agar para penumpang singgah 3 hari untuk mengumpulkan bekal berupa makanan dan minuman. Kemudian kita masuk hutan untuk mengumpulkan bekal. Setiap penumpang bertanggung jawab masing-masing dan tidak dapat saling berbagi bekal, nafsi..nafsi. Semuanya memikirkan keselamatan masing-masing karena begitu berat perjalanan bahkan seorang bapak tidak mungkin mau berbagi bekal dengan istri dan anak-anaknya, seorang ibu juga tidak akan mau berbagi bekal kepada anaknya, masing-masing sangat membutuhkan bekal tersebut untuk keselamatannya.

Apa yang akan engkau lakukan dalam 3 hari tersebut? Tentu engkau akan memanfaatkan waktu yang hanya 3 hari untuk mencari makanan, mencari buah-buahan dan air segar untuk bekal perjalanan karena perjalanan masih jauh. Tetapi tidak semua seperti itu saudaraku, banyak diantara mereka malah bersenang-senang di pulau kecil tersebut, membuat rumah bahkan ditingkat, bersenang-senang sampai lupa bahwa mereka akan kembali melanjutkan perjalanan sehingga harus mengumpulkan bekal yang cukup untuk sampai ke pulau kampung asal kita. Ketika nahkoda mengumumkan agar semua penumpang naik ke kapal karena perjalanan akan dilanjutkan, apa yang terjadi? Sebagian penumpang mengumpulkan bekal yang cukup, sebagian hanya sedikit saja, dan sebagian lagi lupa untuk pulang ke kampung halaman-mereka malah bersenang-senang di pulau tersebut, membuat rumah bertingkat, membuat sawah yang luas, beternak binatang dan lain sebagainya. Orang yang mengumpulkan bekal cukup maka akan sampai ke kampung asal dengan selamat, orang yang mengumpulkan bekal sedikit akan sakit-sakitan di perjalanan bahkan bisa jadi meinggal dunia, adapun orang yang lupa akan perjalanan akan tinggal dipulau kecil tersebut dan tidak akan pernah kembali ke kampung asalnya. Kemudian tersiar kabar bahwa Pulau kecil tersebut ternyata pada hari ke 7 sudah hilang tersapu tsunami!

Saudaraku, yang semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu …
Hakikatnya kita semua adalah perantau, kita hanya singgah sebentar di dunia ini. Ingatlah saudaraku, kampung halaman kita adalah di Surga, kakek moyang kita asalnya tinggal di surga. Bukankah Adam 'alaihissalam asalnya tinggal di surga? Kalau kita tidak dapat pulang ke surga, berarti kita telah terlena seperti penumpang yang bersenang-senang dipulau kecil tersebut.

Saudaraku, saya sampaikan wasiat yang wasiat ini juga merupakan wasiat Nabi shalallahu'alaihi wa sallam dan Sahabatnya yang mulia, Ibnu Umar radhiallahu'anhuma sahabat yang jiwa, raga dan hartanya telah mereka curahkan untuk membela dan memperjuangkan Islam, dengan ketakwaannya mereka adalah manusia yang sangat takut kalau-kalau akhir kehidupan mereka di neraka. Sementara kita….? Apa yang telah kita persiapkan? Apa yang telah kita berikan untuk Islam dan kaum muslimin? Mereka dihina, dimusuhi, dilempari, diusir dari kampung halaman, disiksa seperti Bilal, lantas…pernahkah kita mengalami hal seperti itu?


عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمنْكبيَّ فَقَالَ: (كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ) وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلا تَنْتَظِرِ المَسَاءَ. وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لمَوْتِكَ


Dari Ibnu Umar radhiallahu'anhuma, ia berkata:
"Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam pernah memegang pundakku, lalu bersabda, 'Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau pegembara'. Ibnu Umar radhiallahu'anhuma berkata, "Apabila kamu berada pada waktu sore janganlah kamu menunggu pagi hari, dan jika kamu berada pada waktu pagi hari, janganlah menunggu sore hari. Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang kematianmu' (HR. Bukhari, Hadits Arbain An-Nawawiyah No.40)

Demikianlah wasiat Nabi shalallahu'alaihi wa sallam dan juga wasiat sahabat Ibnu Umar radhiallahu'anhuma.

Saudaraku, yang semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu …
Agar engkau tidak tersesat, agar engkau dapat pulang ke kampung halaman-yakni ke Surga, maka engkau harus mempelajari agama ini dengan serius. Untuk urusan kuliah saja engkau dapat serius, berapa banyak waktu, fikiran, tenaga dan dana tercurahkan untuk kuliah? Sekarang, berapa banyak waktu, fikiran, tenaga dan dana untuk menuntut ilmu syar'i yang telah engkau curahkan?

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Aku tinggalkan dua perkara yang apabila kalian berpegang teguh pada keduanya maka tidak akan sesat selama-lamanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku, (HR. Al-Hakim)

Saudaraku, yang semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu …
Kita sering berdoa"Rabbana atina fiddunnya hasanah wa fil akhirati hasanah" Ya Rabb, berikanlah kami kebaikan di dunia dan berikanlah kami kebaikan di akhirat" Kebaikan di dunia adalah iman dan amal shalih dan kebaikan di akhirat tidak ada yang lain kecuali Surga. Tidaklah dikatakan iman kecuali dibangun diatas ilmu.

Kemanakah engkau akan pergi melangkah?
Saudaraku, yang semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu …
Jalan petunjuk telah jelas, dan jalan kesesatan juga jelas. Saya yakin bahwa engkau akan mengikuti jalan petunjuk, mempelajari ilmu syar'i dan mengamalkannya. Engkau tidak akan mau terlena seperti penumpang yang bersenang-senang di pulau kecil itu bukan? Jangan sampai engkau memohon ketika ajal menjemput, pada saat meregang nyawa kemudian engkau memohon kepada Allah


ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ


Kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan (Al-Mu'minun :100)


Dan saat itu, keinginanmu tidak pernah akan dikabulkan


sumber: http://www.perpustakaan-islam.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=167

08 Desember 2008

Idul Kurban 1429 H

Allahuakbar,Allahuakbar, Allahuakbar...laillahaillallahu walahuaakbar, Alahuakbar walillahilhamd...
Sejak dari subuh sampai dengan pagi jam 7.00 Wib, Kumandang takbir, tasbih dan tahmid terus menerus memenuhi jagat perkebunan bangko...
Bersama dengan anak-anak dan Istri kami berangkat ke Masjid yang terletakdi komplek perumahan karyawan, pada jamb 7 Masjid belum begitu sesak, jadi masih mendapat Shaf yang paling depan.
Tepat jam 7.15 kami mulai sholat Ied 2 rakaat dengan Imam ustad Sanusi, dan dilanjutkan dengan Khutbah Idul Adha oleh Ustad dari Pesantren Sungai Misang Bangko.
Inti khutbah...
Dengan acara Idul Adha dan sering disebut "Idul Kurban" kita mengintrospeksi diri kita, apakah kita telah bersyukur dengan nikmat yang telah banyak dilimpahkan oleh Sang Pencipta. Kita harus bersyukur karena Allah telah menciptakan dari kejadian yang sama tetapi Allah telah melebihkan sebagian dari yang lain, dan untuk yang telah diberikan kelebihan harus bersyukur.
Salah satunya adalah dengan Sholat dan berkurban (Q.S:108:1-2).
Kurban diperkebunan Bangko tahun ini hanya terdiri dari 2 Ekor sapi.

Ini adalah satu dari 2 Ekor Sapi yang akan dipotong

Suasanapemotonan Daging Kurban oleh Panitia.

Suasana pengelompokan Daging

07 Desember 2008

'Puasa Arafah..

Kawasan Arafah tak ubahnya lautan manusia yang didominasi warna putih. Sekitar tiga juta umat Islam dari seluruh dunia, Ahad (7/12), melaksanakan wukuf dengan berpakaian ihram warna putih. Secara bergelombang, sejak Sabtu siang, mereka meninggalkan Kota Suci Mekkah menuju Arafah.

Ada yang naik bus, truk, mobil bak terbuka, hingga yang sengaja berjalan kaki sejauh sekitar 20 kilometer. Ada pula yang menumpang di atas bus karena tidak kebagian kendaraan.

Pada hari ini sebagaimana juga yang disyariatkan oleh Nabi, maka bagi umat muslim yang tidak melaksanakan Ibadah haji disunatkan untuk melaksanakan puasa Afarah..

Alhamdulillah dinihari tadi saya terbangun, setelah tahajjud dapat menikmati sahur yang telah disiapkan oleh Istri, walaupun hanya dengan lauk telur ceplok..tapi nikmatnya...subhanallah.

Pagi saya dan istri belanja kepasar Bangko, untuk mempersiapkan masakan untuk acara idul adha. kegiatan ini adalah rutin, dimana para staff perkebunan yang tidak pulang cuti, setelah melaksanakan sholat idul adha, berkumpul dirumah pimpinan kebun atau yang mewakili untuk bersilaturahmi, dan kebetulan ibu EM dan RC tidak berada ditempat maka kami berinisiatif mengundang pada rekan-rekan staff dan karyawan untuk berkumpul untuk menikmati hidangan hari raya. Dan biasanya setelah itu bersama-sama mengikuti acara pemotongan hewan kurban.